Sunday, November 9, 2008

Kajian tentang profesionalisme......

Berbagai Kajian Tentang Makna Kata ­­Profesional


Profesional adalah kerja. Seorang profesional bekerja untuk mendapatkan
imbalan. Kita menyebutnya sebagai seorang “pro” atau “orang bayaran”. Karena mendapat imbalan, seorang profesional harus bekerja sebaik-baiknya. Anda adalah
amatir bila melakukan sesuatu hanya untuk main-main atau iseng. Seorang
profesional menggantungkan penghidupan dari hasil kerjanya.
Semula kita menyebut profesional pada orang-orang yang bekerja di profesi
yang membutuhkan keahlian tertentu. Barangkali, juga ijin tertentu. Dokter,
pengacara atau akuntan adalah contoh yang masuk dalam kelompok ini. Untuk
menjadi dokter, seseorang harus rela mendekam di bangku kuliah
bertahun-tahun. Setelah lulus pun ia masih harus magang. Bahkan, sebelum
benar-benar berhak menyandang gelar dokter, ia musti hafal kode etik, sumpah
dan janji. Ini menunjukkan bahwa profesional berarti tak semua orang bisa
melakukannya.

Tak jarang kita mengukur profesionalitas seorang dokter bukan
hanya dari kemampuannya mendianogsa dan menulis resep yang manjur bagi
penyakit. Jika pelayanan administrasi di ruang penerima tamunya tidak
memadai dan lambat, maka kita mungkin mencemoohnya sebagai dokter yang
kurang profesional. Kita mungkin mengukur profesionalitas seorang pengacara
bukan hanya dari seberapa banyak kasus yang dimenangkannya, namun juga
bagaimana ia memiliki asisten juru ketik yang piawai. Ini berarti, setiap
pekerjaan sekecil apa pun merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
pekerjaan besar.

Pekerjaan “sepele” pun merupakan tugas profesional bila
kita ingin menjadi profesional. Dengan demikian, profesi adalah semua bidang pekerjaan. Profesional adalah bila kita melakukan pekerjaan dengan kualitas tinggi. Profesional menuntut sesuatu yang lebih dari sekedar “bekerja”; ia menuntut pemenuhan standard tertentu. Lihatlah ke sekeliling, bila kita mau mengakui bahwa orang-orang berupaya mengusahakan yang terbaik dari dirinya untuk memenuhi kualitas itu, maka kita akan temukan banyak orang yang layak kita sebut profesional.
Tak
peduli apakah mereka itu direktur, manajer, staff, penjaga lift, juru
parkir, petugas keamanan, operator telephone, car caller, bahkan cleaning
service sekali pun. Jadi tak perlu segan untuk menepuk pundak seorang
cleaning service yang mampu menjaga kebersihan wc kantor dengan baik, sambil
memujinya, “Pekerjaan anda sungguh profesional. ” Karena profesional
menghargai setiap detil hasil pekerjaan.

Profesional adalah semua pekerjaan yang dikerjakan dengan sunguh-sungguh.
Tak selalu harus mengharapkan imbalan, banyak orang mencurahkan jiwa,
pikiran dan kemampuannya untuk menghasilkan suatu karya yang baik. Ia adalah
profesional. Bila anda senang mengumpulkan perangko, mungkin itu cuma
sebagai hobi atau klangenan. Namun, bila anda sungguh-sungguh
mengumpulkannya, melengkapi koleksi dari seluruh penjuru dunia, menulis
riwayatnya, meletakkan dalam album terbaik dan memamerkannya di balai
pameran, maka orang akan menyebut pekerjaan anda sebagai pekerjaan
profesional. Meski anda tak selalu perlu mendapatkan “bayaran” dari sana.

Menjadi profesional tak hanya membutuhkan keahlian tinggi, ia membutuhkan
kesungguhan yang terletak dalam hati anda. Karena itu, selain kompetensi
intelektual yang tinggi dan ketrampilan yang terasah, profesional menuntut
kompetensi emosional yang tinggi pula. Profesional tidak harus memisahkan rumah dari kantor, namun bisa mendudukan sesuatu pada proporsinya. Penyanyi profesional yang baru bercerai berusaha untuk takkan mempengaruhi penampilan panggungnya.
Pelawak profesional tak mengurangi banyolannya cuma karena penonton cuma segelintir. Profesional berarti mempertahankan kualitas profesionalitas dari “gangguan-gangguan” emosional. Anda boleh tertawa lebar, tercenung sedih atau kaget setengah
mati. Yang diperlukan adalah mengatasinya malah bila mungkin menggunakannya
untuk meningkatkan kualitas kerja.

Profesional tentu pantang melanggar peraturan. Profesional selalu menjunjung tinggi komitmen. Tak layak kiranya kita mengaku profesional bila terlambat memasuki ruang meeting. Namun, dalam pertandingan sepak bola kita mengenal “professional foul”, yaitu pelanggaran yang disengaja demi menghindari kekalahan. Tentu dengan sangsi kartu kuning atau “sent out”. Itu adalah pilihan profesionalnya. Namun, menjadi tidak profesional bila penjaga gawang itu lalu ngambek dan memprotes keputusan
wasit seolah-olah ia buta akan aturan. Misal lain, dalam detik-detik
terakhir pertandingan bola basket, sering kita lihat suatu team mengambil
strategi melakukan “intentional foul”, pelanggaran yang disengaja, justru
agar terjadi “turn over” lalu mereka bisa menguasai bola.
Tak ada penonton
yang protes. Itu adalah pilihan yang ada dalam aturan. Adalah profesional
bila mereka menerima hukuman. Dan sungguh memalukan bila mereka
mendorong-dorong wasit dan tidak menerima hukuman. Profesional selalu sadar
akan pilihan dan konsekuensi yang akan dihadapinya. Kesadaran itu
membutuhkan ketangguhan emosional yang selalu menuntun segala tindak-tanduk
sikap mereka. Seperti kata Macaulay, “Pride, not personal, but
professional. “

Karena kelengkapan itulah profesional adalah orang yang selalu dimintai
saran dan pendapat untuk memecahkan suatu persoalan. Bukan hanya karena
mampu secara tehnis. Profesional mampu melihat setiap persoalan secara
jernih. Perusahaan yang mengalami kesulitan akan berbondong-bondong meminta
pendapat profesional. Atau, berlatihlah berenang pada pelatih renang yang
profesional. Bukan cuma karena kualitas tehnis mereka yang tinggi, namun
semangat mereka untuk selalu memberikan yang terbaik pada siapa pun yang
meminta. Profesional membebaskan kepentingan pribadinya. Profesional
menjunjung tinggi profesionalitas mereka. Itulah etika profesi, yang kini
banyak orang merasa perlu untuk selalu dirumuskan.
Dengan demikian, seorang
dokter akan berusaha menyembuhkan siapa pun, kawan atau lawan. Seorang
akuntan akan menyajikan opini apa adanya, tak peduli apakah laba atau rugi.
Pengacara membela betul kliennya, salah atau benar. Itu semua atas nama
profesional. Bukan personal.

Inti dari semuanya, profesional adalah melakukan yang terbaik dari setiap
yang kita kerjakan.
Profesional mengkombinasikan kesadaran akan ketrampilan
yang terasah, kemampuan tehnis dan ketangguhan emosional. Bila masih
terlampau sulit mencerna apa arti profesional, ada baiknya kita kembali pada
definisi tersederhana dan tergampang, yaitu “bukan amatiran”. Rasakan saja
bagaimana gerahnya kita bila seseorang mengatakan, “ah, you masih amateur.”
Mungkin ini sudah cukup menjelaskan banyak hal.

Makna “ Seorang Profesional“

Seorang profesional adalah seseorang yang menawarkan jasa atau layanan sesuai dengan protokol dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya dan menerima gaji sebagai upah atas jasanya. Orang tersebut juga merupakan anggota suatu entitas atau organisasi yang didirikan seusai dengan hukum di sebuah negara atau wilayah. Meskipun begitu, seringkali seseorang yang merupakan ahli dalam suatu bidang juga disebut "profesional" dalam bidangnya meskipun bukan merupakan anggota sebuah entitas yang didirikan dengan sah. Sebagai contoh, dalam dunia olahraga terdapat olahragawan profesional yang merupakan kebalikan dari olahragawan amatir yang bukan berpartisipasi dalam sebuah turnamen/kompetisi demi uang.

Makna “ Perilaku Profesional “

Perilaku profesional adalah perilaku yang berbasis pengetahuan dan/atau keterampilan. Ada beberapa hal yang mendukung perilaku profesional, misalnya semangat pengorbanan dan tidak mementingkan diri sendiri (altruisme), integritas pribadi dan kehormatan, penghargaan kepada profesinya sendiri, kepakaran dan prestasi, 3C: caring, compassion and communication (baik dengan sesama profesional mau pun dengan klien, atau orang awam), kepemimpinan, tanggungjawab dan akuntabilitas.

Sikap atau perilaku (behaviour) profesional selalu berbasis pengetahuan dan/atau ketrampilan. Pengetahuan dan ketrampilan profesional diperoleh melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Pendidikan, pelatihan dan pengalaman ini ada yang bersifat formal, non-formal dan informal. Pendidikan formal misalnya, ada yang bergelar (degree program), ber-ijazah, ber-sertifikat, pendidikan diploma, dll. Pelatihan non-formal diselenggarakan sewaktu-waktu ada kebutuhan dan kesempatan. Pengetahuan dan ketrampilan juga bisa diperoleh secara informal, misalnya melalui proses magang atau dari pengalaman kerja.

Hal yang tidak ketinggalan penting dalam profesionalitas adalah apakah setiap individu bisa menjalankan profesinya dengan etis. Tahu apa yang tidak boleh dilakukan, walaupun dia bisa. Sebut saja contoh, seorang akuntan yang mengganti angka atau tanggal pemasukan data, seorang ahli hukum bernegosiasi dengan pengacara lawan untuk “memenangkan” pihak tertentu, seorang dokter “coba-coba” dalam mengobati pasien, seorang bankir melewatkan salah satu persyaratan “risk management” dalam pelepasan kredit. Profesionalitas itu semakin teruji justru ketika individu mempunya otonomi di tempat kerja dan bebas melakukan keputusan dan gerak geriknya, atau bahkan ketika individu, tergoda, “diperintah” atau “dipaksa” keadaan untuk berbelok dari kaidah profesi yang benar.

Semangat korps profesi, rasanya bagaimanapun masih tetap tertanam dalam benak setiap professional, sehingga kita sering sedih kalau teman seprofesi kita tiba – tiba melakukan tindakan yang tidak profesional. Seorang dokter, misalnya, akan seolah patah hati bila mendengar bahwa temannya melakukan malpraktek. Demikian pula para arsitek, akan segera membicarakan teman yang salah desain atau men”charge” terlalu mahal, atau apapun yang sebetulnya di”rasa”kan menyalahi kode etik profesi. Dengan demikian, setiap pertimbangan untuk mengambil tindakan, memang perlu memenangkan kode etik, yang akan membangkitkan kebanggaan dari rasa profesionalisme.

Harga dari Profesional

Pertanyaan tentang apakah seorang individu pekerja “pantas dibayar” atau tidak, dapat kita “benchmark” dari para petenis, pebasket dan pemain bola. Dia akan disebut ‘pro’, bukan amatir, bila “ada harganya” dan dibayar karena kejagoan atau “showmanship”nya oleh komunitas bisnisnya. Seorang dokter bisa saja amatir, “underpaid”, sebaliknya juga bisa “worthpaying” atau “overprized”. Ini semua ditentukan oleh pelanggan, “employer”, komunitas profesinya sendiri dan masyarakat yang lebih luas. Rasanya ini berlaku bagi setiap profesi : perlu ada bukti nyata untuk membuat harga.

No comments: