Monday, November 10, 2008

Bagaimana Obat Herbal Bisa Menyembuhkan Orang????


Tentang kaitan antara berhasilnya pengobatan tradisional yang menggunakan tanaman obat dengan kesembuhan seseorang terdapat beberapa teori, di antaranya :

  1. Sugesti atau autohipnosis

Di dalam teori pengobatan tradisional manusia itu adalah sebagian dari makrokosmos yang untuk mempertahankan fungsi biologisnya sebagai makhluk hidup, konsep keseimbangan harus dipelihara agar tetap sehat. Homeostasis itu dipertahankan oleh sistem persyarafan autonom yang sangat peka terhadap rangsangan bawah sadar. Sakit atau kematian akibat jampi (cult death) dihubungkan dengan menigkatnya tonus parasimpatik. Sebaliknya kesembuhan atau perbaikan penderitaan adalah pengaruh peningkatan tonus simpatik (Lex, 1977). Seorang Batra (Pengobatan tradisional) dengan ramuannya memancing pendekatan pada jiwa penderita dengan terlebih dahulu meyakinkan adanya penyebab supernatural dengan menghubungkan keganjilan-keganjilan tindak laku yang dijalani si penderita sebelum sakit, misalnya menanyakan tempat-tempat yang mungkin telah dilanggar kesuciannya sebagai tempat tenaga gaib itu. Dengan usaha ini rasa bersalah dan ingin memperbaiki kesalahan untuk mencapai kesembuhan dicapai sendiri oleh penderita. Perlunya bantuan medium dukun ditanamkan secara pasti dan bahkan pada kelompok masyarakat yang jauh terasing ada kewajiban moral untuk memberi insentif tetap untuk menjaga agar selalu sehat.


  1. Prinsip homeopati

Dictum dalam homeopati ialah “similia simibulus curentur” yang berarti sesuatu yang serupa menyembuhkan yang sama, dengan pelopornya seorang dokter Jerman yang bernama Samuel Hahneman, lahir tahun 1755. Sebetulnya mengobati penyakit dengansuatu zat yang dapat memberikan gejala yang serupa telah lama berlangsung, yaitu semenjak Hippocrates dan Paracelcus.

Prinsip kedua homeopati ialah jika dosis diberikan berlebihan yang membawa akibat diperberatnya gejala penyakit, akan terjadi suatu perbaikan, apakah dengan cara pengurangan dosis atau tidak. Pada umumnya dosis sangat diencerkan dan dari segi inilah terjadinya sikap skeptis dan tidak percaya orang-orang yang berpengetahuan modern.

  1. Peningkatan daya tahan

Umum dikenal bahwa jamu-jamuan meningkatkan kondisi tubuh dalam arti fungsi secara fisiologis mengatur mesin peralatan tubuh sehari-hari, misalnya merangsang nafsu makan, memperbaiki enzim, memperlancar pengaliran empedu, memperlancar pembuangan kotoran, air seni, dan keringat. Penggunaan jamu pada gadis yang menginjak dewasa dapat mempertahankan turgor kulit, sehingga tidak mudah terbawa oleh umur. Pemuaian jaringan lemak dengan intensifikasi metabolisme akan memperbaiki bentuk badan. Prinsip lancarnya ”pembuangan” digunakan juga dengan obat pencahar dan diuretika di negri Barat sebagai obat pengurus badan. Beberapa bahan tanaman obat akhir-akhir ini ditemukan bukan saja sebagai zat suplementasi, tetapi juga mengandung antiseptik, misalnya daun sirih. Bukan rahasia lagi kebiasaan ibu-ibu untuk mengobati borok anaknya dengan campuran cendawan atau tanah yang ternyata kemudian di antaranya ada jamur pengahsil antibiotika.

  1. Adanya unsur farmakoterapeutika

Dalam tanaman obat sudah pasti ada sesuatu zat yang berkhasiat dan ditemukan oleh para nenk moyang secara trial and error diuji oleh kurun waktu. WHO telah mengadakan inventarisasi di pelbagai negara baik di negara barat maupun timur, termasuk yang menggunakan sistem kedokteran Ayurveda dan Unani, tidak kurang dari 20.000 tanaman obat.

Kita tidak mengetahui berapa jumlah spesies tanaman obat yang sesungguhnya. Diperkirakan sekitar 800.000 jenis. Angiosperma saja antara 20.000 sampai dengan 500.000. Dari jumlah yang besar itu baru hanya sekitar 5% yang telah diteliti (Wagner, 1977), terutama untuk mencari obat kanker, antifertilitas, dan yang berpengaruh terhadap syaraf (Farnsworth, 1977) . (Kapita selekta farmakologi dan obat tradisional, 1993, Angkasa: Bandung, DR.H. Azwar Agoes,)

Dinamika Pengobatan Herbal


Sejak jaman dahulu, manusia sangat mengandalkan lingkungan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya untuk makan, tempat berteduh, pakaian, obat, pupuk, parfum, dan bahkan untuk kecantikan dapat diperoleh dari lingkungan. Sehingga kekayaan alam di sekitar manusia sebenarnya sedemikian rupa sangat bermanfaat dan belum sepenuhnya digali, dimanfaatkan, atau bahkan dikembangkan.

Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat berdasar pada pengalaman dan ketrampilan yang secara turun temurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama pada daun Lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen Serat Primbon Jampi, Serat Racikan Boreh Wulang nDalem dan relief candi Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan bakunya (Sukandar E Y, 2006).

Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh Negara didunia. Menurut WHO, negara negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Bahkan diAfrika, sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer (WHO, 2003). Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal dinegara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat,

adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu di antaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia (Sukandar E

Y, 2006).

WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama

untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional (WHO, 2003).

Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman daripada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern.

Tren untuk kembali ke obat-obat alami juga diakui Ir. Yuli Widyastuti dari Balai Penelitian dan pengembangan Tanaman Obat (BPT) Depkes di Tawangmanggu. Menurut beliau, peminat obat dari bahan alami kini sedang booming, karena tren kembali ke alam, obat-obat konvensional mulai resisten, munculnya penyakit-penyakit baru, efek samping obat kimia ada yang merugikan kesehatan.

Obat-obatan yang diproduksi dari sintesa bahan kimia memang manjur mengobati penyakit, namun di sisi lain juga bisa berdampak efek samping negatif. Namun, kini banyak pakar kesehatan luar negeri-berdasarkan penelitian-menyimpulkan bahwa terapi yang efektif dan paling aman untuk jangka panjang adalah yang bersifat alamiah.

Hal inilah yang menggugah kesadaran masyarakat negara maju kembali ke alam. Di Indonesia pun penggunaan obat-obatan tradisional juga tergolong tinggi. Mengutip data dari Departemen Kesehatan, Dirut International Herbal Center, Rusdiyanto, dalam Seminar Nasional Obat Herbal dan Akupunktur di Jakarta, Sabtu (3/7) menyebutkan, 58,6 % dari 53 juta penduduk yang sakit di Indonesia menggunakan obat alam atau berobat di klinik tradisional. Selain penggunaan obat tradisional ditempuh pula pengobatan alternatif seperti akupunktur, akupresur, terapi jus, terapi diet, dan terapi aroma.

Kecenderungan gaya hidup ”Back to Nature” menyebabkan penggunaan obat tradisional, obat herbal, maupun suplemen makanan cenderung meningkat. Semakin banyaknya fasilitas-fasilitas yang mendukung dan memudahkan masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap penggunaan obat herbal, misalnya klinik-klinik herbal dan balai-balai pengobatan herbal juga terbukti meningkatkan angka penggunaan obat-obatan herbal di Indonesia.

Klinik-klinik herbal dan balai-balai pengobatan herbal ini telah secara berhasil melayani kebutuhan pasien untuk pengobatan dan pemeliharaan kesehatan. Misalnya sebagai contoh, tiga klinik herbal dan satu balai bengobatan herbal yang telah dibuka pada April 2001 di Jakarta telah berkembang menjadi 16 klinik herbal dan 48 balai pengobatan herbal pada Juli 2006. Disamping itu pada periode yang sama banyak klinik herbal dan balai pengobatan herbal lain yang dibuka oleh lembaga lain.

Kepercayaan masyarakat terhadap herbal sebagai obat alternatif di luar pengobatan modern memang tak pernah luntur oleh zaman. Kepercayaan terhadap obat herbal sempat surut ketika bermacam obat modern ditemukan, namun gerakan back to nature (kembali ke alam) membuat pamor herbal naik lagi. Prof. Dr. Siddik, S.Apt., mengakui kembalinya tanaman herbal menjadi primadona ketika masyarakat menyadari bahwa hampir tak ada efek samping yang ditimbulkannya. "Konsumsi saja tanaman yang sudah dikenal sebagai tanaman obat. Tak akan ada efek sampingnya," yakin Siddik.

Selain tak ada efek kimianya, lebih banyak lagi orang mengonsumsi herbal dengan alasan menyiasati ekonomi yang lemah. Ketidakkberdayaan ekonomi untuk menjangkau obat-obatan dari apotek membuat banyak orang beralih pada herbal. Namun tanaman obat yang sudah diproduksi secara lebih modern menjadi tidak lagi menjadi terlalu murah. Biaya produksi menyebabkan tanaman alam yang bisa dipetik dari pekarangan sendiri ini dan sudah dikemas menjadi relatif mahal. Kendati demikian masih murah dibanding obat-obatan modern. Dibanding masa lalu ketika tanaman obat belum tersentuh sama sekali dalam kemasan modern, para dokter jarang yang mau merekomendasikannya. Kini banyak dokter yang sudah meresepkan obat dari herbal pada pasiennya.

Kecenderungan untuk kembali ke alam memang sangat menggejala beberapa dekade terakhir ini. Hal tersebut tidak saja berlaku di Indonesia atau negara-negara Asia lainnya, namun juga di negara-negara Eropa dan Amerika. Pengobatan menggunakan obat-obat alam semakin banyak peminatnya. Menurut data yang dikeluarkan oleh Sekretariat CBD (Convention on Biological Diversity) penjualan obat herbal pada tahun 2000 mencapai US$ 60.000 juta (enam puluh ribu juta dolar Amerika), suatu jumlah yang cukup banyak.

Dan sekitar 25% dari pasar obat herbal itu ada di negara-negara maju, yaitu Kanada, Amerika Serikat, Australia dan negara-negara Eropa. Dokter-dokter di negara-negara tersebut bahkan sudah biasa menuliskan resep obat herbal untuk pasien-pasiennya, dalam hal ini mungkin mereka lebih maju dari pada kita. National Institute of Health, yaitu Departemen Kesehatannya Amerika Serikat, sejak tahun 1995 telah merekomendasikan masuknya materi tentang pengobatan alternatif dan komplementer dalam kurikulum fakultas kedokteran. Dan survey yang dilakukan pada tahun 1998 menunjukkan bahwa 60% sekolah kedokteran di Amerika Serikat telah menawarkan materi tentang pengobatan tradisional atau pengobatan alternatif dalam kurikulumnya. Jadi sebenarnya, cerita bahwa obat dan pengobatan tradisional bukan merupakan salah satu materi yang dibicarakan dalam kedokteran Barat sudah lama berlalu.

Dijelaskan Direktur Obat Asli Indonesia Badan Pengawas Obat dan Makanan, Ketut Ritiasa, Indonesia termasuk 25 negara yang telah memiliki dan menerapkan kebijakan obat bahan alam. Kebijakan nasional dan kerangka regulasi mencakup pengakuan oleh provider, integrasi ke dalam sistem kesehatan nasional, pengelolaan sumber daya untuk pengembangan obat bahan alam dan pemberdayaan masyarakat.

Saat ini masalah dalam pengembangan obat bahan alam di antaranya kurangnya pembuktian keamanan dan khasiat obat tersebut, sehingga tidak memenuhi kriteria untuk dapat diterima dan digunakan dalam pelayanan kesehatan.

Sunday, November 9, 2008

HUBUNGAN DOKTER DENGAN TOKOH AGAMA/SPIRITUAL

Dokter adalah pelayan kesehatan, bertindak sebagai media penyembuh bagi komponen masyarakat yang dalam proses perjalanannya tidak dapat bekerja sendiri, seiring dengan berkembangnya keilmuan maka seorang dokter dituntut untuk kreatif dan inovatif serta mampu bekerja sama dengan pihak lain yang dapat membantu upaya meningkatkan derajat kesehatan pasiennya.


sikap dokter seharusnya ??

Menghormati dan menghargai tokoh agama/spiritual sebagaimana dia ingin dihormati dalam kehidupan bermasyarakat.


Seorang tokoh agama juga seorang tokoh profesionalis yang memiliki kekhususan dalam bidang keagamaan. Seorang tokoh agama juga bisa disebut sebagai seorang “penyembuh”, sama halnya seperti dokter.


Jika seorang dokter dapat mengobati penyakit jasmani, maka seorang tokoh agama dapat menyembuhkan penyakit rohaniah.


Jadi, jika kedua profesi ini dapat bekerja sama dalam bidang pengobatan, maka hasil yang didapatkan bukan hanya kesehatan jasmani saja, tetapi penyakit rohaniah juga dapat disembuhkan. Sehingga tujuan akhir dari pengobatan dapat tercapai .

Tingkat spiritual tokoh agama lebih tinggi dari dokter ?


Tokoh agama dapat mempunyai tingkat spiritual yang lebih tinggi daripada seorang dokter dan kemampuan dokter berbeda dari tokoh agama, Dokter lebih mengarah ke tindakan medis sedangkan tokoh agama terkait dengan hal kebutuhan batin pasien (aspek kesehatan jiwa pasien).

Bolehkah seorang dokter merujuk pasien ke tokoh agama/spiritual ?


Seorang dokter dapat merujuk pasiennya kepada tokoh agama/spiritual dalam bidang kerohanian/jiwa dan bukan dalam hal medis, misalnya seorang pasien yang membutuhkan pencerahan agar jiwanya bisa lebih tenang sehingga lebih memperlancar proses pengobatan.


Namun untuk tindakan medis dokter hanya dapat merujuk pasien kepada dokter lain yang mempunyai surat izin praktek seperti yang tercantum dalam UU praktek kedokteran pasal 40.

Kapan dokter meminta bantuan tokoh agama/spiritual ?


Dokter dapat meminta bantuan kepada tokoh agama/spiritual pada kasus yang membutuhkan bukan hanya tindakan medis tapi juga pendorong kekuatan batin misalnya pada pasien terdiagnosa kanker yang divonis umurnya tinggal beberapa bulan, selain semangat dari dokter dan keluarga pasien, nasehat dari tokoh agama biasanya efektif.

Legalkah tokoh agama/spiritual mengobati tanpa dasar pengetahuan medis ?


Dalam penjelasan UU landasan utama bagi dokter untuk melakukan tindakan medis adalah ilmu pengetahuan, teknologi dan kompetensi yang dimiliki. Jadi seorang tokoh agama tidak boleh melakukan tindakan medis tanpa dibekali pengetahuan medis yang bersangkutan. Namun dalam praktik kesehariannya tidak ada larangan bagi tokoh agama/spiritual untuk membuka praktik pengobatan alternatif, tanpa mengurangi hak-hak pasien.

Kesimpulan


Dokter harus mampu bekerja sama dengan pihak lain yang dapat membantu upaya meningkatkan derajat kesehatan pasiennya.

Dokter dan Profesionalisme


Kajian Tentang Kaitan Konsep Profesional dengan ’’Seorang Dokter ’’

Seorang dokter baru boleh merasa dirinya bermutu apabila paling tidak ia telah berperan sebagai seorang profesional, sebagai seorang manajer dan ia bisa berperan sebagai agen pembaharu dalam lingkungan ia mengabdi. Pertama, sebagai seorang profesional, dalam melaksanakan tugas profesinya ia harus memenuhi paling tidak empat syarat, yaitu 1). Memiliki keahlian/kompetensi sesuai standar profesi, 2). Melaksanakan tugas sesuai standar profesi, 3). Memiliki komitmen profesi dan 4). Mematuhi kode etik profesi.

Untuk mempersiapkan dokter agar bisa bertindak profesional, sejak di bangku pendidikan seorang calon dokter dididik dan dibentuk pribadinya dalam tiga aspek yaitu 1). Pengetahuan (knowledge), 2). Sikap (attitude) dan 3). Ketrampilan (practice). Konsistensi untuk memenuhi standar minimal pengetahuan, sikap dan ketrampilan bagi seorang calon dokter merupakan prasyarat yang ketat dan komprehensif, oleh karena menjadi seorang dokter profesional tidak hanya dituntut mempunyai kemampuan ilmu dan ketrampilan yang andal, tetapi pengetahuan dan ketrampilan itu harus didukung sikap yang terpuji dan teruji.

Kedua, sebagai manajer, seorang dokter harus bisa memimpin dirinya dan orang lain. Di daerah, kemampuan profesional seorang dokter tidaklah cukup. Dokter bukan hanya bertugas mengelola pasien semata, tetapi juga dituntut mampu memberikan kepemimpinan yang dibutuhkan untuk menciptakan suatu lingkungan terapeutik yang memuaskan baik bagi pasien dan masyarakat maupun bagi pihak dokter pribadi dan profesi kedokteran secara umum. Sebagai manajer seorang dokter harus mampu memberikan alternatif kepada pasien dan kliennya. Dalam memberikan alternatif kepada pasien/klien seorang dokter sangat dipengaruhi oleh semangat dan idealisme yang sangat jarang disamai.

Pendidikannya yang bertahun-tahun lamanya telah memberikan pengetahuan dan ketrampilan guna menghadapi berbagai masalah yang dikemukakan para pasiennya. Para dokter juga telah berjanji kepada diri sendiri bahwa pelayanannya bagi pasien tidak akan diberikan pada prioritas rendah, tetapi bagi mereka kepentingan dan keselamatan merupakan prioritas utama. Mereka tidak mau mengulangi kesalahan yang pernah dibuatnya sendiri dan tidak mau mengulangi kesalahan yang dibuat para seniornya. Walaupun seorang dokter selalu memilih cara terbaik untuk menyembuhkan pasiennya, namun seorang dokter yang bijaksana selalu memberikan alternatif kepada pasien agar dapat memilih cara dan pelayanan macam apa yang sesuai dengan kemampuan kantongnya.

Alternatif pelayanan atau tindakan yang ditawarkan kepada pasien harus dapat dipertanggungjawabkan secara profesi (lege artis). Di sini letaknya esensi peran dokter sebagai seorang manajer yang mampu memberikan alternatif kepada pasien dan kliennya. Pasien tentu akan memilih sesuai kemampuannya, bagi pasien yang berduit tentu dia mengharapkan kesembuhan dengan hasil sesempurna mungkin, tetapi bagi pasien yang tidak mampu, cukup sembuh saja itu sudah sangat disyukurinya.

Ketiga, sebagai seorang motivator-inovator, seorang dokter harus dapat berperan sebagai agen pembaharu dalam lingkungan tempat ia mengabdi. Hal ini sangat terasa bagi seorang dokter yang bertugas di Puskesmas daerah terpencil. Aspek sosio-kultural sangat mempengaruhi nilai dan pemahaman masyarakat terhadap sakit dan masalah kesehatan lainnya.

Perilaku masyarakat terhadap konsep sehat sering tidak sejalan dengan konsep sehat yang telah diterima secara umum di bidang kesehatan dan ilmu kedokteran. Untuk itu bagaimana seorang dokter dapat mengubah perilaku masyarakat menuju pada perilaku sehat. Perilaku sendiri dapat diartikan sebagai hasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Sebagai seorang pembaharu, seorang dokter harus memahami bahwa perubahan perilaku manusia melalui beberapa tahap dan perubahannya merupakan suatu proses kejiwaan yang dialami oleh individu tersebut sejak pertama memperoleh informasi atau pengetahuan mengenai sesuatu hal yang baru sampai pada saat ia memutuskan apakah ia menerima atau menolak hal baru tersebut.

Rogers membagi proses tersebut (adoption process) ke dalam lima tahapan yaitu: 1). Kesadaran (awareness), 2). Perhatian (interest). 3). Penilaian (evaluation). 4). Percobaan (trial), dan 5). Adopsi (adoption). Sedangkan Green menyebutkan bahwa kesehatan itu dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku dan faktor non perilaku, dijelaskan pula bahwa ada tiga faktor mempengaruhi perubahan perilaku yaitu : 1). Faktor predisposisi (predisposing factors) yang mencakup: sikap, nilai, kepercayaan, pengetahuan, norma sosial, kebudayaan, tabu/pantangan, faktor demografi dan sebagainya; 2). Faktor pendukung (enabling factors) yaitu tersedianya sarana/sumber khususnya yang diperlukan dalam mendukung perilaku tersebut oleh sasaran dan 3). Faktor pendorong (reinforcing factor) yaitu petugas kesehatan (baca: dokter) atau petugas lain yang mempunyai tanggung jawab terhadap perubahan perilaku masyarakat.

Sebagai contoh, bagaimana masyarakat begitu merasa belum berobat apabila di Puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan lainnya mereka hanya menerima obat minum dan tidak disuntik. Masalah tuntutan supaya disuntik setiap kali berobat sebenarnya merupakan kesalahan masa lalu yang tidak boleh diteruskan, apalagi saat ini telah diketahui banyak penyebaran penyakit melalui jarum suntik.

Namun ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat yang sulit dihilangkan. Sebagai ilustrasi, seorang dokter memiliki pengalaman unik tentang permintaan pasien untuk disuntik . Seorang bapak yang paginya telah mendapat pelayanan (mendapat suntikan dan obat minum) kembali menemui sang dokter. Ternyata beliau minta kepada dokter agar “suntik untuk besok kalau boleh disuntik memang sekarang”. Sang dokter kaget sekaligus merasa lucu bercampur kasihan.

Ternyata setelah disuntik beliau merasa enak sehingga beliau berharap sore itu ia mendapat suntikan lagi, oleh karena besok sudah tidak ada lagi petugas kesehatan di desanya. Sang dokter lalu menjelaskan berulang-ulang kepada beliau bahwa obat suntik itu hanya membuat bapak merasa enak, tetapi yang menyembuhkan itu obat minum, jadi kalau bapak mau sembuh sudah cukup suntikan yang diberikan tadi dan harus teruskan telan obat pilnya sampai habis. Tentu penjelasan ini harus berkali-kali diberikan dengan jujur dan dengan bahasa yang dapat diterima masyarakat.

Bermutu relevan

Bermutu secara profesional bagi seorang dokter merupakan tuntutan dan idealisme yang ingin diberikan oleh profesi kedokteran kepada pasien. Tuntutan pelayanan terbaik bagi pasien menyebabkan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran maju begitu pesat pada dekade terakhir ini. Kemajuan ini terlihat dengan semakin canggihnya alat bantu diagnostik dan terapi saat ini.

Kemajuan yang positif ini, di lain pihak berakibat meningkatnya biaya pelayanan kesehatan, sehingga seolah-olah peralatan medis yang canggih hanya dapat dinikmati oleh mereka yang berduit dan yang bermukim di kota besar. Seorang dokter, terutama seorang dokter spesialis yang dididik di pusat pendidikan kedokteran dengan peralatan canggih diharapkan mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada pasiennya dimanapun ia berada.

Keadaan negara kita dengan berbagai kesulitan yang dialami, menyebabkan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tidak merata. Kendala ini tidak berarti terdapat diskriminasi pelayanan kesehatan antardaerah.

Penanganan terhadap pasien dilakukan secara berjenjang yang selama ini dikenal dengan sistem rujukan. Suatu sarana pelayanan kesehatan dapat merujuk pasiennya apabila ia tidak mampu (tenaga dan fasilitas) untuk mengatasi penyakit pasien tersebut. Satu hal yang penting bahwa setiap sarana pelayanan kesehatan harus mampu melayani dengan kemampuan pasien sesuai dengan hirarki kewenangannya secara optimal.

Seorang dokter yang bertugas di daerah perifer dituntut untuk bisa relevan dengan situasi dan kondisi di mana ia bertugas. Seorang dokter di daerah perifer belum dikatakan bermutu apabila ia hanya bergantung kepada peralatan bantu yang canggih dan tidak bisa melakukan tindakan dengan peralatan seadanya yang tersedia di daerah perifer seperti NTT ini.

Oleh karena itu mutu bagi seorang dokter di daerah perifer adalah mutu yang relevan dengan situasi dan kondisi dimana ia melaksanakan pelayanan. Dengan demikian seorang dokter yang bermutu relevan adalah dokter yang dapat melaksanakan tugasnya dengan sempurna yang ditunjang fasilitas dan peralatan canggih tetapi ia juga dapat menolong penderitaan pasiennya dengan peralatan seadanya di daerah terpencil seperti NTT ini. Di sini ungkapan “Tak ada rotan akar pun jadi” perlu diterapkan.

Terakhir mungkin ungkapan tuan Oliver Holmes ini dapat menjadi pegangan bagi para dokter di daerah perifer. “Adalah privilids bagi seorang dokter bahwa ia jarang menyembuhkan, sering dan selalu menghibur “. Oliver Holmes mengharapkan agar seorang dokter tidak menjadi sombong oleh karena ia telah menyelamatkan jiwa seorang pasien, atau menjadi susah dan sedih oleh karena ia tidak dapat menyelamatkan jiwa pasiennya; karena memang di atas dokter ada Maha Penyembuh dan dokter hanyalah perantara bagi kesembuhan seorang pasien.

Tetapi yang pasti seorang dokter haruslah sering membantu dan selalu menghibur pasien serta masyarakat di mana ia mengabdi. Kehadiran dokter selalu merupakan hiburan bagi pasien dan masyarakat, sehingga kehadirannya selalu diharap-harapkan oleh pasien dan masyarakat

Aplikasi Konsep Profesional Dokter dalam Pelayanan Primer

Pelayanan Kesehatan Primer (Primary Health Care) adalah pelayanan kesehatan pokok yang bisa diakses oleh individu dan keluarga dalam masyarakat, yang diberikan dengan biaya yang terjangkau dengan partisipasi masyarakat; meliputi promosi kesehatan, pencegahan penyakit, menjaga kesehatan, edukasi dan rehabilitasi; pendekatan pelayanan kesehatan primer yang komperhensif terdiri dari: paling tidak 8 elemen kesehatan individu dan masyarakat (penyediaan pelayanan kesehatan individu yang esensial, gizi, air bersih dan sanitasi, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, imunisasi, pelayanan kesehatan mental, dan penyediaan obat-obatan esensial.

Konsep pelayanan Kesehatan primer ini nantinya akan dibekukan kedalam sebuah bentuk konsep yang disebut dokter keluarga. Bahkan seorang dokter nantinya diharapkan tidak hanya dapat memberikan pelayanan primer saja tetapi harus menyelenggarakan pelayanan primer yang komprehensif, kontinyu, mengutamakan pencegahan, koordinatif, mempertimbangkan keluarga, komunitas dan lingkungannya dilandasi ketrampilan dan keilmuan yang mapan.

Berbagai karakteristik dokter keluarga telah dirumuskan, antara lain :

Lynn P. Carmichael (1973)

  • Mencegah penyakit dan memelihara kesehatan
  • Pasien sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat
  • Pelayanan menyeluruh, mempertimbangkan pasien dan keluarganya
  • Andal mendiagnosis, tanggap epidemiologi dan terampil menangani penyakit
  • Tanggap saling-aruh faktor biologik-emosi-sosial, dan mewaspadai kemiripan penyakit

Debra P. Hymovic & Martha Underwood Barnards (1973)

  • Pelayanan responsif dan bertanggung jawab
  • Pelayanan primer dan lanjut
  • Diagnosis dini, capai taraf kesehatan tinggi
  • Memandang pasien dan keluarga
  • Melayani secara maksimal

IDI (1982)

  • Memandang pasien sebagai individu, bagian dari keluarga dan masyarakat
  • Pelayanan menyeluruh dan maksimal
  • Mengutamakan pencegahan, tingkatan taraf kesehatan
  • Menyesuaikan dengan kebutuhan pasien dan memenuhinya
  • Menyelenggarakan pelayanan primer dan bertanggung jawab atas kelanjutannya

Dari berbagai karakteristik seorang dokter keluarga yang disebutkan diatas, bisa disimpulkan bahwa seorang dokter keluarga bertanggung jawab terhadap kesehatan secara biologis, psikologis, sosial seorang pasien. Dalam melakukan upaya pengobatan secara biologis dan psikologis dibutuhkan keahlian, kompetensi dan dasar-dasar ilmu dan keterampilan medis yang telah dipelajari di masa pendidikan, dan dalam membantu dalam masalah sosial diperlukan sikap-sikap yang dapat memberikan rasa percaya dan aman dari pasien. Dan tentu dalam melaksanakan sebuah pelayanan kesehatan, seorang dokter tidak lepas dari etika profesi, karena dari situlah seorang dokter juga dapat dinilai apakah dia benar-benar seorang dokter yang profesional.

Dengan melihat banyaknya harapan-harapan yang nantinya “harus” dipenuhi seorang dokter keluarga, sudah pasti dan mutlak diperlukan adanya komitmen yang kuat untuk selalu melaksanakan tugas profesinya. Selain itu juga dalam melakukan semua tugas profesinya harus sesuai dengan standar profesi yang sudah ditetapkan, agar menghindari berbagai kerugian-kerugian yang dapat menimpa doktyer itu sendiri maupun pasiennya. Sehingga sangat diperlukan pemahaman tentang makna profesional, seorang profesional dan sikap seorang profesional dalam menjalankan seluruh tugas dan kewajiban yang diemban oleh seorang dokter.

Bagaimana seorang dokter bisa menjalankan tugas-tugas profesinya dengan lurus jika tidak didasari dengan sikap profesional. Karena pada dasarnya profesi seorang dokter adalah sebuah profesi yang bisa dianggap sebagai profesi yang “sosial oriented”. Dokter idealnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang membutuhkan dengan dasar “ingin membantu meringankan beban”, bukan dimotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan pribadi yang tidak ada kaitannya dengan pasien. Sudah bukan rahasia lagi bahwa tidak sedikit dokter yang menyalahgunakan profesi sosial mereka untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Karena sudah “terlanjur” dianggap sebagai profesi sosial inilah maka sangat rentan untuk seorang dokter jika melakukan sedikit kesalahan baik yang sengaja maupun tidak disengaja, baik yang beralasan maupun tidak beralasan jelas untuk divonis tidak profesional oleh orang-orang. ”Dokter juga manusia”, membutuhkan kehidupan layak seperti profesi lainnya. Tetapi bila dokter memberikan tarif yang agak mahal, langsung divonis ”mata duitan”. Tetapi masyarakat tidak akan pernah memvonis negatif bila profesi pengacara dengan tarifnya yang jutaan hingga ratusan juta.

Hal-hal seperti diatas jika tidak disikapi secara profesional, akan membawa dampak buruk bagi dokter itu sendiri juga bagi profesi dokter. Walaupun pada kenyataanya tidak semua dokter melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar etika profesi itu, tetapi karena lazimnya, hal-hal negatif selalu menjadi sorotan dan berita besar dan lebih menarik perhatian dibandingkan hal-hal positif, sehingga perilaku ini berdampak pada persepsi masyarakat terhadap profesi seorang dokter.

Jadi, sikap profesional tidak hanya harus diterapkan pada tingkat pelayanan primer saja, tetapi diseluruh aspek kehidupan seorang dokter. Untuk menciptakan sesosok dokter yang ideal, yang memiliki sikap profesional tidak bisa hanya dengan mengerti makna dari profesional, tetapi dengan memahami dan melaksakan konsep dari profesionalitas itu sendiri sejak dini. Dan hal ini bisa didapatkan dari usaha untuk terus belajar dan belajar dan tetap mengingat hakekat seorang dokter, siapa itu dokter dan apa sebenarnya tujuan dari seorang dokter, ,,,,,,,,,

Kajian tentang profesionalisme......

Berbagai Kajian Tentang Makna Kata ­­Profesional


Profesional adalah kerja. Seorang profesional bekerja untuk mendapatkan
imbalan. Kita menyebutnya sebagai seorang “pro” atau “orang bayaran”. Karena mendapat imbalan, seorang profesional harus bekerja sebaik-baiknya. Anda adalah
amatir bila melakukan sesuatu hanya untuk main-main atau iseng. Seorang
profesional menggantungkan penghidupan dari hasil kerjanya.
Semula kita menyebut profesional pada orang-orang yang bekerja di profesi
yang membutuhkan keahlian tertentu. Barangkali, juga ijin tertentu. Dokter,
pengacara atau akuntan adalah contoh yang masuk dalam kelompok ini. Untuk
menjadi dokter, seseorang harus rela mendekam di bangku kuliah
bertahun-tahun. Setelah lulus pun ia masih harus magang. Bahkan, sebelum
benar-benar berhak menyandang gelar dokter, ia musti hafal kode etik, sumpah
dan janji. Ini menunjukkan bahwa profesional berarti tak semua orang bisa
melakukannya.

Tak jarang kita mengukur profesionalitas seorang dokter bukan
hanya dari kemampuannya mendianogsa dan menulis resep yang manjur bagi
penyakit. Jika pelayanan administrasi di ruang penerima tamunya tidak
memadai dan lambat, maka kita mungkin mencemoohnya sebagai dokter yang
kurang profesional. Kita mungkin mengukur profesionalitas seorang pengacara
bukan hanya dari seberapa banyak kasus yang dimenangkannya, namun juga
bagaimana ia memiliki asisten juru ketik yang piawai. Ini berarti, setiap
pekerjaan sekecil apa pun merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
pekerjaan besar.

Pekerjaan “sepele” pun merupakan tugas profesional bila
kita ingin menjadi profesional. Dengan demikian, profesi adalah semua bidang pekerjaan. Profesional adalah bila kita melakukan pekerjaan dengan kualitas tinggi. Profesional menuntut sesuatu yang lebih dari sekedar “bekerja”; ia menuntut pemenuhan standard tertentu. Lihatlah ke sekeliling, bila kita mau mengakui bahwa orang-orang berupaya mengusahakan yang terbaik dari dirinya untuk memenuhi kualitas itu, maka kita akan temukan banyak orang yang layak kita sebut profesional.
Tak
peduli apakah mereka itu direktur, manajer, staff, penjaga lift, juru
parkir, petugas keamanan, operator telephone, car caller, bahkan cleaning
service sekali pun. Jadi tak perlu segan untuk menepuk pundak seorang
cleaning service yang mampu menjaga kebersihan wc kantor dengan baik, sambil
memujinya, “Pekerjaan anda sungguh profesional. ” Karena profesional
menghargai setiap detil hasil pekerjaan.

Profesional adalah semua pekerjaan yang dikerjakan dengan sunguh-sungguh.
Tak selalu harus mengharapkan imbalan, banyak orang mencurahkan jiwa,
pikiran dan kemampuannya untuk menghasilkan suatu karya yang baik. Ia adalah
profesional. Bila anda senang mengumpulkan perangko, mungkin itu cuma
sebagai hobi atau klangenan. Namun, bila anda sungguh-sungguh
mengumpulkannya, melengkapi koleksi dari seluruh penjuru dunia, menulis
riwayatnya, meletakkan dalam album terbaik dan memamerkannya di balai
pameran, maka orang akan menyebut pekerjaan anda sebagai pekerjaan
profesional. Meski anda tak selalu perlu mendapatkan “bayaran” dari sana.

Menjadi profesional tak hanya membutuhkan keahlian tinggi, ia membutuhkan
kesungguhan yang terletak dalam hati anda. Karena itu, selain kompetensi
intelektual yang tinggi dan ketrampilan yang terasah, profesional menuntut
kompetensi emosional yang tinggi pula. Profesional tidak harus memisahkan rumah dari kantor, namun bisa mendudukan sesuatu pada proporsinya. Penyanyi profesional yang baru bercerai berusaha untuk takkan mempengaruhi penampilan panggungnya.
Pelawak profesional tak mengurangi banyolannya cuma karena penonton cuma segelintir. Profesional berarti mempertahankan kualitas profesionalitas dari “gangguan-gangguan” emosional. Anda boleh tertawa lebar, tercenung sedih atau kaget setengah
mati. Yang diperlukan adalah mengatasinya malah bila mungkin menggunakannya
untuk meningkatkan kualitas kerja.

Profesional tentu pantang melanggar peraturan. Profesional selalu menjunjung tinggi komitmen. Tak layak kiranya kita mengaku profesional bila terlambat memasuki ruang meeting. Namun, dalam pertandingan sepak bola kita mengenal “professional foul”, yaitu pelanggaran yang disengaja demi menghindari kekalahan. Tentu dengan sangsi kartu kuning atau “sent out”. Itu adalah pilihan profesionalnya. Namun, menjadi tidak profesional bila penjaga gawang itu lalu ngambek dan memprotes keputusan
wasit seolah-olah ia buta akan aturan. Misal lain, dalam detik-detik
terakhir pertandingan bola basket, sering kita lihat suatu team mengambil
strategi melakukan “intentional foul”, pelanggaran yang disengaja, justru
agar terjadi “turn over” lalu mereka bisa menguasai bola.
Tak ada penonton
yang protes. Itu adalah pilihan yang ada dalam aturan. Adalah profesional
bila mereka menerima hukuman. Dan sungguh memalukan bila mereka
mendorong-dorong wasit dan tidak menerima hukuman. Profesional selalu sadar
akan pilihan dan konsekuensi yang akan dihadapinya. Kesadaran itu
membutuhkan ketangguhan emosional yang selalu menuntun segala tindak-tanduk
sikap mereka. Seperti kata Macaulay, “Pride, not personal, but
professional. “

Karena kelengkapan itulah profesional adalah orang yang selalu dimintai
saran dan pendapat untuk memecahkan suatu persoalan. Bukan hanya karena
mampu secara tehnis. Profesional mampu melihat setiap persoalan secara
jernih. Perusahaan yang mengalami kesulitan akan berbondong-bondong meminta
pendapat profesional. Atau, berlatihlah berenang pada pelatih renang yang
profesional. Bukan cuma karena kualitas tehnis mereka yang tinggi, namun
semangat mereka untuk selalu memberikan yang terbaik pada siapa pun yang
meminta. Profesional membebaskan kepentingan pribadinya. Profesional
menjunjung tinggi profesionalitas mereka. Itulah etika profesi, yang kini
banyak orang merasa perlu untuk selalu dirumuskan.
Dengan demikian, seorang
dokter akan berusaha menyembuhkan siapa pun, kawan atau lawan. Seorang
akuntan akan menyajikan opini apa adanya, tak peduli apakah laba atau rugi.
Pengacara membela betul kliennya, salah atau benar. Itu semua atas nama
profesional. Bukan personal.

Inti dari semuanya, profesional adalah melakukan yang terbaik dari setiap
yang kita kerjakan.
Profesional mengkombinasikan kesadaran akan ketrampilan
yang terasah, kemampuan tehnis dan ketangguhan emosional. Bila masih
terlampau sulit mencerna apa arti profesional, ada baiknya kita kembali pada
definisi tersederhana dan tergampang, yaitu “bukan amatiran”. Rasakan saja
bagaimana gerahnya kita bila seseorang mengatakan, “ah, you masih amateur.”
Mungkin ini sudah cukup menjelaskan banyak hal.

Makna “ Seorang Profesional“

Seorang profesional adalah seseorang yang menawarkan jasa atau layanan sesuai dengan protokol dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya dan menerima gaji sebagai upah atas jasanya. Orang tersebut juga merupakan anggota suatu entitas atau organisasi yang didirikan seusai dengan hukum di sebuah negara atau wilayah. Meskipun begitu, seringkali seseorang yang merupakan ahli dalam suatu bidang juga disebut "profesional" dalam bidangnya meskipun bukan merupakan anggota sebuah entitas yang didirikan dengan sah. Sebagai contoh, dalam dunia olahraga terdapat olahragawan profesional yang merupakan kebalikan dari olahragawan amatir yang bukan berpartisipasi dalam sebuah turnamen/kompetisi demi uang.

Makna “ Perilaku Profesional “

Perilaku profesional adalah perilaku yang berbasis pengetahuan dan/atau keterampilan. Ada beberapa hal yang mendukung perilaku profesional, misalnya semangat pengorbanan dan tidak mementingkan diri sendiri (altruisme), integritas pribadi dan kehormatan, penghargaan kepada profesinya sendiri, kepakaran dan prestasi, 3C: caring, compassion and communication (baik dengan sesama profesional mau pun dengan klien, atau orang awam), kepemimpinan, tanggungjawab dan akuntabilitas.

Sikap atau perilaku (behaviour) profesional selalu berbasis pengetahuan dan/atau ketrampilan. Pengetahuan dan ketrampilan profesional diperoleh melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Pendidikan, pelatihan dan pengalaman ini ada yang bersifat formal, non-formal dan informal. Pendidikan formal misalnya, ada yang bergelar (degree program), ber-ijazah, ber-sertifikat, pendidikan diploma, dll. Pelatihan non-formal diselenggarakan sewaktu-waktu ada kebutuhan dan kesempatan. Pengetahuan dan ketrampilan juga bisa diperoleh secara informal, misalnya melalui proses magang atau dari pengalaman kerja.

Hal yang tidak ketinggalan penting dalam profesionalitas adalah apakah setiap individu bisa menjalankan profesinya dengan etis. Tahu apa yang tidak boleh dilakukan, walaupun dia bisa. Sebut saja contoh, seorang akuntan yang mengganti angka atau tanggal pemasukan data, seorang ahli hukum bernegosiasi dengan pengacara lawan untuk “memenangkan” pihak tertentu, seorang dokter “coba-coba” dalam mengobati pasien, seorang bankir melewatkan salah satu persyaratan “risk management” dalam pelepasan kredit. Profesionalitas itu semakin teruji justru ketika individu mempunya otonomi di tempat kerja dan bebas melakukan keputusan dan gerak geriknya, atau bahkan ketika individu, tergoda, “diperintah” atau “dipaksa” keadaan untuk berbelok dari kaidah profesi yang benar.

Semangat korps profesi, rasanya bagaimanapun masih tetap tertanam dalam benak setiap professional, sehingga kita sering sedih kalau teman seprofesi kita tiba – tiba melakukan tindakan yang tidak profesional. Seorang dokter, misalnya, akan seolah patah hati bila mendengar bahwa temannya melakukan malpraktek. Demikian pula para arsitek, akan segera membicarakan teman yang salah desain atau men”charge” terlalu mahal, atau apapun yang sebetulnya di”rasa”kan menyalahi kode etik profesi. Dengan demikian, setiap pertimbangan untuk mengambil tindakan, memang perlu memenangkan kode etik, yang akan membangkitkan kebanggaan dari rasa profesionalisme.

Harga dari Profesional

Pertanyaan tentang apakah seorang individu pekerja “pantas dibayar” atau tidak, dapat kita “benchmark” dari para petenis, pebasket dan pemain bola. Dia akan disebut ‘pro’, bukan amatir, bila “ada harganya” dan dibayar karena kejagoan atau “showmanship”nya oleh komunitas bisnisnya. Seorang dokter bisa saja amatir, “underpaid”, sebaliknya juga bisa “worthpaying” atau “overprized”. Ini semua ditentukan oleh pelanggan, “employer”, komunitas profesinya sendiri dan masyarakat yang lebih luas. Rasanya ini berlaku bagi setiap profesi : perlu ada bukti nyata untuk membuat harga.

Professionalisme Dokter. Aplikable atau sekedar Idealisme...

Sistem pelayanan kesehatan primer menempati posisi yang sangat penting dalam sistem kesehatan nasional terkait dengan better health outcomes, lower cost dan greater equity in health. Data kesehatan global menunjukkan bahwa semakin baik sistem pelayanan kesehatan primer semakin baik status kesehatan masyarakatnya serta semakin efisien pelayannya. Negara-negara yang memiliki sistem pelayanan kesehatan primer yang baik cenderung memiliki angka BBLR yang lebih rendah, Infant Mortality Rate (post neonatal) yang lebih rendah dan memiliki usia harapan hidup yang lebih tinggi.

WHO dalam World Health Report 2000 menempatkan status kesehatan Indonesia pada urutan ke 92 di antara 191 negara anggotanya. Peringkat ini jauh di bawah performance sistem kesehatan negara serumpun Malaysia yang berada di ranking 49, apalagi Negara terdekat Singapore yang menempati ranking 6.

Sebuah fakta menyebutkan, pejabat rumah sakit pemerintah negara tetangga mengatakan lebih dari seratus ribu warga Indonesia berobat ke Singapura setiap tahunnya. Selain Singapura, pasien asal Indonesia juga mendominasi di sejumlah rumah-rumah sakit di Malaysia dan Ghuang Zou Cina. Jumlah devisa negara yang tersedot ke RS-RS luar negeri mencapai US$600 juta setiap tahunnya. General Manager National Healthcare Group International Business Development Unit (NHG IBDU) Kamaljeet Singh Gill mengungkapkan, sebanyak 50% pasien internasional yang berobat ke Singapura adalah warga Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun, setiap tahunnya, wisatawan medis atau medical tourist yang berobat ke Singapura mencapai 200.000 per tahun.

Faktor penyebab terjadinya peningkatan kebiasaan berobat ke luar negeri sangat bervariasi. Pada umumnya masyarakat beranggapan hal itu terjadi karena kecanggihan sarana medis dan kemampuan tenaga media di Indonesia yang kurang. Sebagian besar indikasi berobat ke luar negeri adalah bukan karena keterbatasan alat dan kemampuan dokter, tetapi karena permintaan keluarga pasien. Secanggih apapun sarana medis atau sepintar apapun dokternya tidak akan berarti bila tidak ada rasa percaya. Kepercayaan pasien terhadap dokter adalah kunci utama keberhasilan penanganan suatu penyakit.

Banyak opini menyebutkan, cara berkomunikasi dengan pasien dokter di Indonesia kalah jauh dibandingkan dokter di luar negeri. Padahal pasien dan dokter Indonesia berbahasa yang sama, bahasa Indonesia. Beberapa pasien mengungkapkan berobat di Singapura sangat puas, karena dapat berkonsultasi dengan dokter hingga 1 jam. Di Indonesia, seorang pasien dapat masuk ruang praktek dokter 15 menit saja sudah menjadi hal yang langka.

Melihat kondisi yang demikian kompleks permasalahan dunia kedokteran di Indonesia ini sepertinya sulit terpecahkan. Tetapi hal ini bukan alasan untuk dapat meningkatkan kualitas dunia kedokteran di Indonesia. Pemerintah dan institusi profesi harus segera bekerjasama untuk merumuskan modifikasi pembagian fungsi dokter pendidik, peneliti dan klinisi secara tegas.

Seiring peningkatan kemampuan dan pengetahuan sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan, masyarakat makin sadar akan hak dasarnya terkait pelayanan kesehatan yang diberikan tenaga medis, khususnya dokter. Kemudahan akses informasi dan advokasi dari berbagai pihak mendorong masyarakat yang kecewa atas pelayanan dokter untuk mengadukan permasalahannya ke lembaga peradilan, lembaga penegakan disiplin, maupun lembaga penegakan etik kedokteran.

Karena itu, dokter dituntut profesional untuk mencegah kelalaian profesional yang menimbulkan masalah etik, disiplin, dan hukum.Terkait dengan hal itu, seluruh pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan praktik kedokteran perlu memahami batasan-batasan norma etik, disiplin, dan hukum serta penegakannya. Ini membutuhkan kesepahaman bersama mengenai penegakan disiplin dan hukum berkaitan dengan kelalaian medik.

Hubungan dokter-pasien yang didasari kepercayaan merupakan usaha bersama untuk menyembuhkan pasien, di mana dokter wajib melakukan yang terbaik. Dokter perlu memahami tentang profesionalisme tugas, norma etik, norma disiplin dan hukum, serta penegakannya.Untuk melindungi pasien dan meningkatkan mutu dokter, maka pengawasan dan pendisiplinan harus berjalan bersama-sama

Tampaknya hal yang ideal ini dalam waktu dekat sulit diwujudkan. Tetapi bila ada kemauan maka akan tercipta dunia kedokteran Indonesia yang berkualitas dan dipercaya masyarakatnya. Dokter masa depan adalah mengutamakan profesionalitas, berteknologi tinggi, beretika dan berkomunikasi baik dengan pasiennya. Dengan menjalankan pelayanan kesehatan disetiap tingkatan terutama pada layanan primer dengan berdasarkan konsep seperti inilah, diharapkan dokter-dokter di Indonesia tidak hanya dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat hanya dengan memberi obat saja, tetapi dengan membimbing dan meningkatkan pengetahuan serta wawasan kesehatan kepada masyarakat indonesia sehingga visi misi Indonesia sehat 2010 dapat segera tercapai.

Untuk apa kita berjuang sekarang,,,,,?????

“Kalaoe ada orang bertanya berapakah jumlah moe, maka jawablah kami satoe”

Kalimat itulah yang tertera di selembar kain yang dibawa oleh para mahasiswa kedokteran Ikadaigakho pada saat peristiwa RAPAT RAKSASA LAPANGAN IKADA
19 SEPTEMBER 1945. Ya, memang kalimat yang singkat, namun mampu merefleksikan solidaritas para mahasiswa saat itu untuk maju bersama-sama untuk mencapai kedaulatan.

Peristiwa diatas adalah salah satu contoh selain Boedi Oetomo tentang perjuangan mahasiswa kedokteran. MESKIPUN peringatan 100 tahun kelahiran Boedi Oetomo atau BO yang dijadikan Hari Kebangkitan Nasional, tanggal 20 Mei sampai saat ini diperingati sebagai tonggak sejarah kebangkitan bangsa Indonesia , hari kebangkitan nasional. Walaupun sekarang banyak opini yang mengatakan bahwa terdapat banyak keganjilan dalam organisasi Boedi Oetomo, kita tidak bisa memungkiri bahwa BO juga SALAH SATU organisasi yang berperan penting dalam memacu pergerakan organisasi lain untuk memperjuangkan bangsa Indonesia meraih kemerdekaan.

Yang perlu dijadikan fokus perhatian sebenarnya adalah esensi dari sejarah perjuangan yang dilakukan mahasiswa kedokteran pada masa itu sehingga bisa membawa perubahan yang besar pada perkembangan Indonesia sekarang. Berangkat dari kesamaan nasib yang kemudian berkembang menjadi keinginan dan tujuan yang sama untuk meraih kedaulatan sehingga menumbuhkan semangat juang untuk bergerak dan mengambil sebuah tindakan kongkrit untuk melakukan sebuah perubahan.

Hal inilah yang diharapkan bisa menjadi pemacu mahasiswa kedokteran di Indonesia untuk ikut andil dalam perjuangan bangsa ini mengisi kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan dan melawan penjajahan dalam bentuk yang baru.

Pemikiran tanpa pergerakan ................

Pergerakan tanpa pemikiran .................

Tapi

Jika pemikiran diselaraskan dengan pergerakan.................

Ada 2 hal yang mendasari seseorang untuk melakukan suatu perubahan. Yaitu kebutuhan dan tuntutan. Kebutuhan datang dari rasa ingin memenuhi hasrat yang berasal dari dalam individu itu sendiri. Sedangkan tuntutan adalah dorongan dari luar untuk melakukan sesuatu.

Dalam masa perjuangan temat sejawat kita dimasa lalu, bisa dilihat bahwa pergerakan dan perubahan besar yang mereka ciptakan adalah berasal dari KESADARAN mereka akan “kebutuhan” untuk memiliki kehidupan berbangsa dan bernegara yang merdeka. Keinginan akan kemerdekaan ini kemudian memacu usaha untuk melakukan perjuangan untuk mewujudkannya, sehingga mereka bersama-sama berkumpul untuk melakukan perjuangan “ala “ mahasiswa yaitu melalui jalur intelektual. Jalur yang sangat sesuai dengan latar belakang mereka sebagai sosok yang terpelajar.

Selain itu, kondisi dimana pada saat itu Indonesia masih berada dalam jajahan Belanda, ditindas dan disiksa secara fisik dan mental, yang direbut kebebasannya, semakin meningkatkan semangat juang para mahasiswa untuk melangkah keluar dari belenggu kolonialisme dan imperialisme dunia barat.

Jika dibandingkan dengan kondisi mahasiswa kedokteran sekarang, terlihat perbedaan yang sangat signifikan. Dimana sekarang para mahasiswa kedokteran, atau mungkin sebagian besar rakyat Indonesia “merasa” sudah tidak terjajah lagi dan sudah merasa aman dan nyaman dengan kondisinya sekarang.

Ya, kondisi dimana sudah tidak ada penyiksaan fisik, tidak terdengar suara tembakan dimana-mana, tidak terlihat tentara Belanda dimana-mana, mungkin inilah kondisi yang dipersepsikan “aman” oleh kebanyakan orang. Tetapi kenyataannya, masih banyak model-model penjajahan terselubung yang masih belum “disadari” oleh rakyat Indonesia.

Kebanyakan mahasiswa sekarang merasa tidak perlu berjuang keras karena mereka merasa tidak ada yang perlu diperjuangkan. Sebagian besar dari generasi muda sekarang, dalam melakukan sesuatu lebih didasari oleh tuntutan, bukan atas dasar kebutuhan. Kalimat “generasi muda adalah tulang punggung penerus bangsa” mungkin bagi sebagian orang menjadi sebuah kalimat yang memaksa dan mununtut genersi muda untuk bergerak.

Kita dituntut untuk melakukan perjuangan karena kita merasa kitalah yang memikul tanggung jawab atas masa depan bangsa Indonesia dikemudian hari, jika kita tidak dapat memenuhi tanggung jawab itu, maka kitalah yang bertanggung jawab atas nasib bangsa Indonesia dimasa depan nanti. Hal-hal yang berkonotasi paksaan atau tuntutan dapat mengurangi keikhlasan seseorang untuk berbuat sesuatu. Karena keikhlasan dalam melakukan sesuatu akan sulit didapat jika kita dipaksa untuk melakukan sesuatu. Akan tetapi jika kita sudah menyadari bahwa sesuatu itu adalah sebuah kebutuhan, maka tidak akan ada rasa penolakan dan ragu-ragu dalam diri kita untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Sudah sangat jarang ditemui generasi muda yang bergerak dan berjuang karena disasari “kebutuhan”, kita secara tidak sadar melakukan segalanya berdasarkan tuntutan. Kesadaran akan kebutuhan untuk memajukan bangsa inilah yang mungkin sudah sedikit pudar dari benak generasi muda sekarang. Mungkin karena kondisi sekarang berbeda dengan kondisi para mahasiswa dahulu. Kita sudah telena dengan “kemerdekaan” yang sebenarnya diperoleh oleh para pejuang pada masa dahulu. Kita selalu berbangga akan sejarah perjuangan Indonesia, tetapi tidak sadar bahwa tugas kita sekarang adalah untuk menciptakan sebuah sejarah yang nantinya dapat dibanggakan oleh generasi setelah kita.

Ya…bukan karena dituntut, tetapi karena kita butuh........

Kita masih hidup di dunia kemerdekaan yang kita ciptakan sendiri. Sebuah kurungan ideologis yang dihias oleh berbagai macam kenikmatan dan kemudahan yang diciptakan oleh pemikiran-pemikiran kolonialisme bangsa asing. Sehingga kita menjadi lupa akan wujud kemerdekaan yang sesungguhnya, yaitu sebuah ruang di luar kurungan ”kemerdekaan” yang kita ciptakan sendiri. Karena kita sudah terlalu lama berada di comfort zone, maka ada rasa enggan untuk meninggalkan semua kemudahan dan kenyamanan yang sudah lama dicicipi. Ada rasa takut akan kehilangan sesuatu, takut untuk berkorban, takut untuk sejenak meninggalkan semua yang disukai untuk mendapat sesuatu yang lebih berharga. Seperti kata pepatah”Great sacrifice comes great victory” , pengorbanan yang besar menghasilkan kemenangan yang besar. Kalau kita berkorban sedikit, pantaskah kita mengaharapkan hasil yang lebih besar???

Mungkin kita sudah kehilangan sesuatu untuk diperjuangkan. Atau mungkin kita hanya tidak sadar dan tidak melihat bahwa Indonesia masih membutuhkan perjuangan. Atau mungkin juga kita telah menyadari bahwa sebenarnya Indonesia masih membutuhkan perjuangan, tetapi kita pura-pura tidak melihat atau tidak peduli terhadap kondisi Indonesia itu, dengan berdalih ”toh masih ada teman-teman lain yang berjuang, jadi ya kita bantu lewat do’a saja”, ”mereka berjuang dengan cara mereka, ya kita juga berjuang dengan cara kita sendiri”. Mana solidaritasnya??? Mana semangat kebersamaannya????

Mungkin setiap orang memiliki motivasi dan tujuan yang berbeda-beda dalam melakukan sebuah tindakan. Latar belakang dan kondisi yang bebeda mempengaruhi cara mereka dalam melakukan sesuatu. Tapi itu tidak bisa dijadikan alas an untuk tidak peduli terhadap kebutuhan bangsa.

Asal saja kita mau dan mampu mempertautkannya serta tetap konsisten terhadap tujuan pembangunan nasional yang telah kita rumuskan bersama. Bila tidak, jangan salahkan siapa-siapa, tetapi tudinglah diri sendiri, mengapa melupakan sejarah.

Little piece of Leadership....

Tak seorang pun dapat membuat anda merasa inferior jika anda tidak membiarkannya.


Saya menjalani kehidupan sehari-hari dengan sikap bahwa “ke-OK-an”saya takkan saya biarkan diusik siapapun. Saya sangat percaya bahwa “Allah tidak menciptakan sampah”. Ini tidaklah berarti bahwa tak ada satu bidangpun dalam hidup saya yang perlu diperbaiki, hanya saja bahwa, pada dasarnya, saya OK.

Saya memilih untuk merasa OK dengan diri sendiri. Dengan demikian, saya merasa lebih terbuka untuk belajar. Jika orang memberi saya umpan balik negatif atau mengkritik sesuatu yang saya perbuat, saya tidak menafsirkannya sebagai ungkapan mereka bahwa saya “payah”. Keyakinan bahwa sayalah yang mengendalikan harga diri saya memungkinkan saya untuk mendengarkan umpan balik mereka dengan cara yang tidak membela diri, sehingga saya dapat melihat apakaha ada yang dapat saya pelajari dari umpan balik tersebut.

Pak Norman Vincent Peale mengajarkan saya bahwa kita punya dua pilihan setiap harinya. Kita bisa merasa OK dengan diri sendiri, atau merasa kesal dengan diri sendiri. Saya yakin, kebanyakan orang akan memilih pilihan yang pertama.


Heart of leader......


The Words that impressed me a lot.....

Jika kamu bertanya kepada saya,
dan saya tidak tahu jawabannya,
maka saya akan menjawab "saya tidak tahu",,
Tapi satu hal yang perlu anda ketahui,
"saya tahu bagaimana mencari jawaban dari pertanyaan tersebut",
"dan saya akan menemukan jawaban itu..........."

Pursuit of happiness.....


"Jika orang lain melihat resiko,
saya melihat tantangan,,,,"

dr.Blalock - Something the lord made